Sabtu, 27 Agustus 2011

Dear Someone - Untukmu, Antara Kita dan Satu Jengkal Jarak


Untukmu, Antara kita dan Satu Jengkal Jarak
Original by Firdausi

Taukah kau pada Orihime dan Hikeboshi?
Mereka sepasang kekasih yang dipisahkan oleh galaksi.
Sama seperti kita yang tak bisa saling menautkan tangan saat ini.

“Liat, jika kau ukur jarak di peta antara aku dan kau hanya sejengkal saja.”
Satu jengkal…
Terlihat begitu dekat, bukan? Sayang aku bukan manusia dengan akal sesederhana itu.
Coba kau tatap kenyataan dan jangan berdiam pada fantasimu.
Ketika kau telah menempatkan dirimu di kota itu,
satu jengkal itu telah berubah menjadi ribuan kilometer.
Pada jarak satu jengkal itu, coba kau hitung berapa makhluk yang dapat menempatinya.
Pada jarak satu jengkal itu, membentang laut yang berpalung-palung.

“Kamu apa kabar?”
Jariku menari di atas papan tombol mengetikkan kebohongan yang kusuarakan.
“Aku baik-baik saja” adalah selimut yang menutup-nutupi kegelisahanku.
Di sudut hatiku terasa kosong ketika mata tak mampu menggapaimu meski seluruh dindingnya mengukirkan namamu.
Aku hampir gila ketika setiap syaraf otakku mengelu-elukan namamu namun engkau tak kunjung menjawab panggilan massa yang mulai anarkis.

Aku marah pada jarak yang tak mampu mempertemukanku denganmu.
Tidakkah Hikoboshi merasa kesal ketika ia hanya bisa bertemu Orihime pada hari ke tujuh bulan tujuh setiap tahunnya?
Aku tak bisa sesabar ia yang menunggu Kisasagi membentuk jembatan.
Bahkan tak satu pun keajaiban yang bisa mengisi sela jarimu ketika aku ingin mendekapmu erat.
Aku iri pada Hikoboshi yang bisa menyeberangi Amanogawa hanya karena sekumpulan burung berbaris di atasnya.

“Jika kau rindu aku, pejamkan matamu.”
Kututup kedua kelopak mataku.
Di antara ruang hampa yang hitam itu, ada sosokmu yang medominasi.
Begitu jelas, sebab setiap detikku telah melukis tiap detil dirimu.
Aku rindu hingga hampir hilang akal.
Kau bilang, jika rindu pejamkan mata.
Lalu apa yang terjadi?
Sosokmu memang jelas terlukis pada kegelapan tanpa sudut itu, tapi kerinduan ini semakin dalam tergali.
Aku terlalu realistis hingga ilusi akan dirimu tak mampu mengobati tiap luka yang tercipta ketika satu jengkal mengoyak dengan kerinduan.
Saat kupejamkan mata, justru air mata yang meluncur dari pelupuk yang tertutup.

Kau dan aku di bawah langit yang sama.
Tapi mengapa langit begitu luas hingga jarak antara kau dan aku semakin jelas?
Akankah matahari yang kulihat pada posisi yang sama di tempatmu?
Ketika hujan mengguyur tanah, akankah langitmu abu-abu?
Mengapa langit begitu luas?
Saat kulihat burung dengan anggun terbang mengudara, kutitipkan salam untukmu.
Akankah kau mendengarnya?
Tidak, sebab jarak langit juga satu jengkal memisahkan kita.
Ketika angin menyapa, kubisikkan cinta untukmu.
Tapi kata itu menyangkut pada ranting yang bergoyang dan daun-daunnya yang bergesekkan hingga bisikan itu tak terdengar kembali.

Pada satu jengkal jarak, ada keragu-raguan yang menyulur perlahan.
Ia tumpang tindih bersama kepercayaan yang telah lama merekah.
Kepercayaan itu bukan menipis.
Hanya saja setiap kali lubang itu terasa nyeri, ia memunculkan pertanyaan.
Akankah kau menjadi Orihime-ku yang sanggup bertahan pada kesepian selama ratusan tahun?
Bahkan aku ragu  menjadi Hikoboshi-mu.
Bukan karena merah telah kelabu. Bukan!
Tapi aku lelah pada keragu-raguanku.
Namun kupupukkan cinta di setiap akar kepercayaan.

Aku ingin bertarung dengan jarak bersama waktu yang kian melambat.
Kubunuh kebosanan dengan menjadikan kenangan sebagai senjata.
Kututup tiap lubang dengan jutaan namamu yang kugumamkan meski mudah untuk menggalinya lagi.
Jika lubang itu kembali lagi, realita pada masa lalu yang akan kembali menutupnya.
Aku akan bertahan selayaknya Hikoboshi yang mencintai Orihime
Sebab kisahku tak akan selesai jika kau tiba-tiba menghilang dari sejarah.
Sebab aku adalah hujan tanpa awan jika aku tak mampu bertahan bersamamu.
Aku akan bertahan, melayukan sulur keragu-raguan dan menyelimuti diri dengan kepercayaan yang begitu rapuh.

Sekali lagi kukatakan aku rindu padamu.
Kali ini kutitipkan pesan pada Tuhan.
Ia akan menyampaikan dengan mengantarmu pada gerbang mimpi yang indah.
Layaknya Hikoboshi dan Orihime yang bertemu di tengah jembatan Kisasagi di atas galaksi,
Kita bertemu pada mimpi yang Ia tulis di bawah kesadaran akan realita.

0 komentar: