Rabu, 24 Agustus 2011

Dear Someone - Untukmu, Antara Kita dengan Sang Waktu


Untukmu, Antara Kita dengan Sang Waktu
Original by Firdausi

Waktu itu begitu kejam mengontrol hidup dan perasaan.
Ia terusberputar pada arah yang sama, tapi kita bukan pada lingkaran.
Mendesak untuk melangkah dan membuka dunia lebih luas

Pada waktu yang disebut “masa lalu”, rumahku ada pada dekapanmu.
Setiap aliran darah membawa hangat dari tiap sentuhanmu.
Duniaku tak meluas saat itu.
Hanya berevolusi dengan kau sang pusat bintang.
Seakan-akan kacamata kuda melekat, mataku hanya bisa lurus dan kau yang ada di hadapanku.
Duniaku masih sempit, masih nyaman pada sangkar yang mendekapku.

Daun gugur kemudian bunga kembali merekah.
Pada empat musim, waktu memecutku menengok sisi lain.
Kini waktu telah mencapai “sekarang”.
Aku hilang hasrat.
Seakan-akan kehilangan gravitasi, aku tak tentu pada orbit.
Dekapan itu terasa mulai dingin.
Dan rumahku tak senyaman dulu.
Seakan-akan debu menyeruak hingga sulit untukku bernapas.

Tak ada yang salah pada bintang yang terus kuputari.
Tak ada yang salah pada sangkar yang kusinggahi.
Mereka tetap sama, dengan cahaya yang sama.
Mungkin karena aku bosan.
Dan sebab waktu yang disebut “sekarang” itu telah menamparku hingga aku menoleh dan kacamata itu telah lepas.
Kutemukan ia ketika jangkrik sibuk bersorak memuja matahari.
Kutemukan bintang yang lebih terang.
Kutemukan langkah yang lebih anggun.
Kutemukan sayap yang lebih cantik dalam duniaku yang kian melebar.

Aku ingin mengorbit padanya.
Ingin mengikuti tiap langkah kaki yang melangkah anggun itu.
Aku ingin melanglang buana dengan sayap seringan kapas itu, saling bertabrakan dengan awan, tapi kami tertawa bersama.
Aku ingin seperti itu.

Namanya masih sama, “Sekarang”.
Waktu memang kejam, bukan?
Ketika namanya masih “sekarang” dulu, mulutku berani berjanji setia padamu.
Aku bahkan rela menukar jiwaku pada iblis hanya untuk bisa bersamamu jika memang itu yang harus kulakukan.
Pada “sekarang” dulu,
Aku sanggup membuatmu tersenyum hanya karena satu sentuhan yang membelai rambutmu.
Aku sanggup membuatmu menari girang ketika satu pujian terlontar.
Aku mampu sebab ketulusan yang kuberikan padamu.
Aku mampu sebab kutitipkan sebagian hatiku padamu.
Tapi nama itu berubah menjadi “masa lalu” dan peristiwa adalah keabstrakan yang menjadi kenangan.

Tulus itu telah menguap hingga hanya kepalsuan yang mengelusmu.
Yang kau genggam hanya ilusi dari hati yang telah kuambil kembali.
Mulut ini penuh dosa karena waktu.
Aku tak sanggup menembakkan puji-pujian padamu karena waktu telah mengubahnya menjadi kebohongan belaka.
Lidah ini menghitam ketika sebuah janji telah terucap, ia pula yang mengucapkan ingkarnya.

Pada waktu “Sekarang” saat ini,
Kau menangis ketika kejujuran baru telah kudeklarasi.

Aku tahu hampir membunuhmu dengan rangkaian kata bagai pecahan kaca yang merobek isi hatimu.
Aku tahu rasa sakit itu telah membuatmu sulit menemukan pijakan yang tepat.
Aku tahu aku yang telah menggerogoti tiap helai bulu pada sayapmu.
Aku tahu aku yang membuat sulur hitam tumbuh dan mengikatmu liar.

Ketika satu bulir bening jatuh dari pipimu, seakan-akan ada palu yang mengetuk di sekitar rusukku.
Ketika angin menyampaikan suara isakmu, kau mengambil satu napas oksigenku.
Tak apa-apa karena aku mengerti yang hampir mati adalah kau yang tercekat ketika sulur mencekik lehermu.

Maaf…
Mengertilah, aku tak mampu melihat kau berdendang dalam kepalsuan
Mengertilah, aku tak sanggup menjadikan mulut ini pendusta ulung.
Karena ketika kau menciptakan suatu kebohongan, maka akan tercipta kebohongan yang lain.
Begitu terus hingga kau tak mampu bicara tentang kebenaran.

Waktu memang kejam, bukan?
Dengan hanya berputar pada dua belas angka, ia mampu mengubah emosi perasaan.
Pada waktu yang sadis itu, aku mohon padanya.
Ketika ia menjadi “masa depan”, kuharap kau kembali tersenyum dengan pijakan yang kokoh dan langkah yang lebih anggun.
Aku memohon ketika ia adalah “sekarang” untukmu yang telah aku dorong pada bebatuan karena waktu.
Kulakukan untukmu selama ia masih “sekarang”.
Sekedar berdoa dan memohon yang mampu kulakukan untukmu.
Hanya itu…

0 komentar: