Minggu, 21 Agustus 2011

Dear Someone - Kepada Engkau, Pemilik Hati

Kepada Engkau, Pemilik Hati
Original story by Firdausi

“Aku cinta kamu.”
Kuharap setiap kata-kata yang kau ucapkan itu adalah keseriusan dirimu. Sayang kau hanya bercanda ketika setiap kalimat itu keluar dari bibirmu. Karena begitulah biasanya kau membuat candaan padaku.

Tapi tak apa-apa. Karena aku tahu kau bicara begitu hanya padaku, sahabatmu seorang. Tak apa-apa karena setiap kau berkata seperti itu, aku bisa melihat senyum tengil yang selalu membuatku terpikat.

“Aku juga. Cinta banget sama kamu.”
Seandainya kau tahu, aku mengucapkannya dengan menyiratkan keseriusanku. Tapi senyumku selalu menyembunyikannya. Di balik senyum itu, selalu ada air mata yang mengalir menggantikan perasaanku.

Tapi tak apa-apa. Karena aku sudah nyaman berada di posisiku. Aku tak berani melangkah karena akan menimbulkan perkara lain. Kau… telah dimilikinya.

“Aku cinta kamu.”
Kini aku tahu. Setiap kau keluarkan kalimat yang membuatku mengambang di antara jurang dan langit, itu ketika kau merasa kalut karena kekasihmu. Pelampiasan. Dan aku hanya diam saja meski tahu dijadikan media.

Tak apa-apa, tak apa-apa. Karena kurasa aku satu-satunya yang bisa kau mintai tolong. Itu suatu kesenangan tersendiri untuk diriku yang masih di ambang jurang.

“Aku berantem lagi sama dia.”
Wajahmu sendu. Tapi aku menyimpan tawa dibalik senyum untuk menenangkanmu.

“Tidak apa-apa. Dia sayang padamu”
Kata itu sebuah kemunafikan diriku untuk membuatmu bersandar padaku. Seandainya kau tahu, di lubuk hatiku yang paling dalam, aku berharap kau benar-benar berpisah dengannya. Aku berharap sebuah kebencian tumbuh ketika kau merasa dicampakkan.

Tidak apa-apa, tidak apa-apa.
……
Salah! Sekarang bukannya tidak apa-apa lagi. Kau tersenyum padaku, tapi beda. Ketika kau kembangkan senyum di depannya, aku bisa lihat ketulusanmu hingga membakar sesuatu di sela rongga dada. Panas. Ada doa di setiap percikannya. Tapi aku masih tak berani melangkah maju. Tuhan, pisahkan mereka, kumohon!

Kotor. Darahku semakin kotor oleh kecemburuan. Di antara setiap keluhanmu, ada doa yang mengutuknya. Di setiap kata cinta dustamu, ada doa harapanku. Aku semakin mendekati jurang. Tangan-tangan iblis menarikku perlahan-lahan. Aku telah buta karena cinta diam-diam.

Setiap kau keluhkan ia, setiap saat itu pula kau menuturkan rangkaian puitis untuknya. Aku bosan! Aku marah! Ketika kau bicarakan ia, setiap larut malam aku menangis. Ketika kau lantunkan lirik untuknya, aku menyanyi untuk kesedihanku. Kau berkeluh kesah padaku, tapi pada siapa aku bisa berkeluh kesah? Padamu kah? Tidak, karena aku ingin mengeluhkan dirimu yang selalu tak menyadari aku yang menunggu di terminalitas.

“Aku cinta kamu.”
Aku tak sanggup lagi. Sebuah media pelampiasan pun bisa rusak. Sama sepertiku. Kau bilang cinta aku, tapi bohong. Tak sekali pun kau mengerti bagaimana hatiku merasa nyeri saat kau bilang cinta dusta itu. Tak sekali pun kau melihat ke dalam diriku yang menangis diam-diam dalam gelapnya malam.

Aku benci matamu yang selalu memantulkan bayangannya. Aku benci tanganmu yang mengelusnya lembut. Aku benci senyummu untukku yang tak bisa setulus kau tersenyum untuknya. Aku benci dirimu. Tapi aku terjerumus oleh kepura-puraanmu. Aku jatuh cinta.

……

Tapi kurasa, aku lebih membenci diriku yang tak bisa bersinar melebihi ia yang bisa membutakan matamu. Aku selalu berada dalam bayang-bayangnya yang tak sekali pun pernah terpantul dalam matamu. Aku benci… pada aku yang tak bisa sekali pun meninggalkan  batas antara kau dan aku.

Tapi kini, kurasa aku akan mundur. Bukan berarti aku berhenti mencintaimu. Cinta ini yang membuatku bergerak dari batas itu. Aku bosan menunggu di terminal yang sama tanpa seorang pun yang menjemput. Aku akan pergi bersama malaikat-malaikat yang berputus asa.

Ketika aku tak berada di sini lagi, ketika kau kehilangan satu tiang, ketika kau tak bisa menemukan bayang-bayang dalam sosoknya, akankah kau menyadariku?Ketika nanti saat kau sadar, aku tak ada lagi. Bahkan saat kau cari ke ujung dunia pun, sosok nista ini tak akan pernah kau temui.

Aku akan pergi. Bersama para iblis, aku terjun ke bara api. Aku akan pergi tanpa pernah kembali dengan sebuah surat yang kutinggalkan di terminalitas.

Selamat tinggal…

0 komentar: