Jumat, 02 September 2011

Dear Someone - Kepada Engkau yang Singgah di Pelabuhan

Kepada Engkau yang Singgah di Pelabuhan
Original by Firdausi
(Inspired by Gina's True Story) 

Seandainya bisa, mungkin ia akan memutar waktu kembali pada saat ia belum mengenalmu. Tapi tidak mungkin karena sang pemilik waktu terus menggenggam arlojinya.

Dulu tak sekali pun ia berpikir kau akan singgah dan mengisi kehidupannya sebagai pendamping sang tokoh utama. Dulu tak sekali pun ia sebegitu menginginkan dirimu. Dulu tak sekali pun ia berpikir kau memiliki kunci untuk lubang pintu miliknya. Tak pernah sekali pun, dulu…

Tapi beriringan dengan pasir yang terus jatuh dalam kaca, kau perlahan meniupkan angin lembut masuk ke hatinya. Beriringan dengan denting pendulum, ringan langkahmu mendekati pintu hatinya. Beriringan dengan tiap detak jantung, kau akhirnya membuka pintu dengan kunci yang kau buat. Beruntung, kuncimu sinkron dengan lubangnya.

Tiap alphabet yang kau rangkai yang menyirami bunganya. Tiap alunan suaramu yang membuatnya bergantung pada akar-akar hatimu. Tiap kata yang disusun dengan lima huruf alphabet yang kau ucapkan telah berhasil membuatmu menjadi bagian sel tubuhnya.

Ingatkah kau ketika kau memberinya sebuah kejutan hanya dengan sebuah cake yang berantakan? Mungkin kau pikir itu tak layak untuk menjadi hadiah. Tapi baginya, itu adalah benda paling berharga selama ia hidup. Seandainya bisa, mungkin ia akan menyimpannya dalam museum miliknya sendiri.

Kau… sungguh telah menjadi satu hal terindah dalam hidupnya. Sayang kapalmu hanya singgah dan tak bertahan lama karena jangkarnya telah kau tarik kembali.

Ketika ia pikir kau akan menjadi seseorang pertama hingga akhir hidupnya, kau dorong ia mendekati tebing. Ketika ia pikir kau adalah semilir angin hangat, kau telah menjadi badai yang menghempas perahunya. Ketika ia pikir kau adalah mataharinya, ternyata kau adalah kilatan yang menjadi petir pada hujan yang tiba-tiba mengguyur.

“Aku ternyata masih suka dia.”
Mungkin kau juga tak mudah mengucapkan kalimat itu. Kurasa lima kata itu begitu berat hingga mungkin lidahmu kelu. Tapi hatimu tak ingin terbagi dan ia tersakiti hingga dengan susah payah kau bicara. Sayang, kata itu pun telah berhasil menggigit hatinya hingga nyeri.

Seandainya waktu adalah pendulum, ia berharap waktu berhenti sebagaimana pendulum berhenti bergerak dan tak usah berputar lagi hingga rasa sakit itu tak membuatnya terkungkung dalam hujan yang tak mampu reda. Kini langitnya benar-benar kelabu dan hampir hitam. Seandainya hanya dengan merebahkan jam pasir waktu tak lagi berdetik. Sayang sang pemilik waktu tetap membuat dunia berputar pada sumbunya.

Ia berdiri di ujung tebing dengan kaki yang hampir tak sanggup menopang tubuhnya. Berkali-kali ia jatuh pada jurang, tapi berkali-kali ia merangkak ke atas. Ia tetap melangkah dengan gontai. Tapi tanah yang ia pijak bagaikan lumpur hisap hingga ia berkali-kali lagi jatuh pada gelap.

Kau sebenarnya tahu, bukan? Kau adalah satu hal yang ia hargai mahal untuk pertama kalinya. Kau adalah nelayan pertama yang berhasil menangkapnya. Kau adalah perahu yang berhasil singgah di pulaunya. Dan itu pun… untuk pertama kali.

Dan kau pasti tahu, bukan? Kau yang memberinya rasa sakit untuk pertama kalinya. Kau yang berhasil mengukir nama di dinding jantungnya dan kau pula yang berhasil mengoyaknya hingga nama itu tak terbaca lagi. Tapi sebagaimana pohon yang kulitnya digores akan mengeluarkan getah, ia pun berdarah saat kalimatmu berhasil menggigitnya. Itu… sungguh sakit. Bahkan aku bisa merasakan pedih dari luka yang telah kau buat untuknya. Sayang, ia bukan pohon yang hanya bisa diam ketika dilukai. Ia menangis dalam setiap lembayung kelam dan bulan kadang memperhatikannya.

Hujannya masih tak mampu berhenti. Kadang tak sederas itu, tapi langit masih saja abu kelam. Ketika ia berusaha mengajak matanya berkeliling,  hanya kau yang selalu berhasil  ia tangkap. Kemudian hujan itu akan kembali mengguyur dengan derasnya. Lalu kembali bulan yang berusaha menariknya agar tak terlalu dalam jatuh pada gelap.

Sahabat…
Kau bilang padanya bahwa menjadi teman lebih baik, kan? Kau tak tahu betapa sulitnya menjadikanmu seorang sahabat untuknya ketika kau berhasil menjadi tokoh utama dalam cerita hidupnya lalu kau mundur dan menjadi figuran yang akan menopangnya. Bagaimana? Ketika kau telah meretakkan satu persatu dinding rumahnya, bagaimana kau bisa menjadi tiang yang akan mengokohkannya? Kurasa tidak mungkin selama engkau masih menari di setiap tarikan napasnya.

Waktu masih terus berjalan, merajutkan kenangan di setiap helai kain kehidupannya. Saat ini ia masih melekatkan topeng di atas air mata yang tak berhenti mengalir.

Seandainya waktu berhenti…

Tapi harapan bodoh itu tak berguna. Berharap waktu berhenti, tapi darah dari luka itu masih terus mengalir. Jadi aku berdoa untuk ia dalam waktu yang tak pernah berhenti bahkan sejenak itu agar membawa pergi setiap luka di setiap detik yang berbunyi. Kuharap banjir kesedihan itu akan tertimbun oleh butir pasir yang jatuh dalam tabung kaca. Ia akan kembali melangkah bukan pada tanah berlumpur hisap. Dan aku mohon pada sang waktu untuk membiarkanmu mengisi kisah ia yang telah mencurimu dengan akhir yang bahagia.

Kuharap seperti itu…
__________________________________________________________________________________

N.A: Kalau nggak terlalu mirip aslinya, I'm so Sory :P

1 komentar: