Rabu, 19 Maret 2014

Nebula Andromeda

Karena kamu terus berputar pada poros yang sama dan aku diam di satu titik dimana kita akan terus bersinggungan, waktu tak akan bisa mencair.
Padahal kamu tahu bahwa poros yang kamu kelilingi telah mati, sedangkan aku tahu menunggumu di titik kita saling bersinggungan tidak ada artinya.
Kita hanya saling menyakiti diri, berusaha menggantung pada ekspektasi-ekspektasi yang tak nyata.
Harus ada langkah yang diambil.
Entah itu dirimu yang beranjak dari pusaranmu atau aku yang harus bergerak dari titik itu,
mempertemukan kita, membuat kita bersilangan, atau bahkan tak menyatu sama sekali.  

Waktu tak mencair, tapi detiknya terus berbunyi.
Sedikit demi sedikit mencabuti sulur yang telah kupupuk untukmu.
Seharusnya aku bisa melangkah.
Tapi akarnya masih kukuh tertancap di sela-sela jantung.
Harusnya sudah terenyahkan apa yang pernah kurasakan untukmu.
Padahal kisah antara aku dan kamu, cerita tentang dia dan kau, sudah lama tidak terjamah, telah menjadi samar kabut di ingatanku.
Tapi selayaknya serpihan kaca yang pecah, seperti bayang-bayang yang tertinggal, ada yang masih terselip, meraungkan kerinduan.
Seperti setitik nila pada susu, ketika kita kembali bersinggungan, seakan-akan kamu menekan serpihan kaca, perasaan itu kembali meledak.
Selayaknya cahaya yang menguatkan gelap, bayangan itu semakin membesar, membungkusku dalam kehangatan yang lirih.
Pada akhirnya kakiku tetap memaku diri di titik fatamorgana yang kita ciptakan.  

Aku lelah untuk tetap berdiri di tempat.
Aku lelah berusaha untuk melangkah.
Aku lelah terus berpikir menjauh dari tempat kamu berputar pada poros itu.
Di sana, padahal ada poros yang menarikku untuk mengitarinya.
Tapi pada akhirnya gravitasi yang kamu timbulkan terus saja menarikku untuk tetap diam di tempat, tidak menarikku padamu, tapi tidak juga menjauhkanku.
Aku kesal, tapi pada akhirnya aku pasrah.
Kubiarkan kita terus tenggelam pada harapan-harapan yang melayang semu.
Kubiarkan kau terus sekarat, dan kamu terus membiarkan aku membenamkan diri dalam luka-luka yang kamu ciptakan, selayaknya masokis yang menikmati setiap rasa perih.
Hingga waktu akan mencair tanpa harus kamu berhenti berevolusi, tanpa aku yang harus enyah dari titik singgung.
Hingga saat kita saling bersinggungan tidak lagi menginduksi akar-akar kembali tumbuh, ketika kamu telah menemukan bintang porosmu dan aku mampu menemukan pusat kehidupanku.

0 komentar: