Selasa, 13 Desember 2011

Dear Someone - Untukmu, Bayang-bayang Waktu

Untukmu, Bayang-bayang Waktu
Oleh Firdausi Riskiviawinanda

Jika harus aku memilih antara memutar waktu atau memperbaikinya, aku lebih memilih melupakanmu.
Kau… sungguh menjadi begitu pekat dalam tiap lembar waktu yang kulalui.
Setiap kali aku ingin memalingkan wajah, bayang-bayangmu yang menjadi nyata dalam fantasiku membuatku memaku diri pada waktu yang tak berlaku
Masa lalu adalah lumpur yang terus menghisapku tiap kali aku berusaha keluar dari jebakannya.
Kau… adalah laba-laba yang memainkanku di atas jaring-jaring yang lengket.
Setiap kali aku berontak, jaringmu semakin mengikatku.
Lalu bisamu membuatku tak mampu menolak.

Mengalun musik yang selalu kudengar ketika engkau masih mengisi ruang di sisiku.
Bukan. Aku tidak menangis.
Tapi kau yang telah menjadi pekat racun, selalu membuatku tak mampu bernapas ketika alunan itu menusuk telingaku.
Seperti hama, sedikit demi sedikit menguatkan kerapuhan pada aku yang berusaha berbunga lagi.
Menjadi sulur parasit yang membuatku semakin layu.

Ketika aku berusaha menyeret kakiku yang terpaku,
Ketika dengan tertatih aku berhasil lari dari waktu lalu yang menghantui,
Ketika pada akhirnya aku sanggup berpaling,
Kau kembali datang pada mimpi yang tak mampu kuelakkan.
Kembali aku masuk pada lumpur yang semakin menghisapku.

Hujan tak mampu membuatmu hilang.
Ia malah semakin menenggelamkanku dalam angan-angan pada waktu yang tak berjalan  lagi.
Mengalir semua kenangan pada butir-butir tetes airnya,
Menguatkan eksistensimu dalam kegilaanku.

Dengarkah kau jeritan bisu itu?
Jiwaku merintih dalam raga yang berpura-pura tegap.
Sampai kapan kau akan terus hinggap pada fantasiku?
Sampai kapan kau akan menjadi ilusi yang nyata pada memoriku?
Berhentilah menjadi bayang-bayang yang tak sanggup untuk kuhilangkan.

Ratusan ribu detik…
Harusnya menjadi waktu yang cukup  untuk melupakanmu.
Semudah aku melupakan ribuan kalimat yang kubaca.
Tapi kau, dalam ratusan detik itu terus mempertahankan eksistensimu meski tiap waktu kegilaanku berteriak memintamu menghilang.
Dalam ratusan ribu detik itu, ratusan kalimatmu terus mengiyangi telingaku, berputar-putar dalam setiap sulkus otakku.
Dalam ratusan ribu detik itu, ratusan keping hati kau porak porandakan kembali ketika aku berusaha menyusunnya.

Aku terlalu mabuk pada engkau yang berhasil menjadi kesan dalam alurku.
Manis, tapi konsumsiku akan dirimu menjadi overdosis.
Semakin lama menggerogoti dinding pertahananku.
Menjadikan lekuk-lekuk pada organ yang terasa nyeri.

Seandainya boleh aku memilih,
Ingin aku menghapus eksistensimu dalam ingatanku.
Menjadikanmu hanya sekedar ilusi semata.
Menjadikanmu sebagai kalimat yang terlewati untuk kubaca.
Menjadikanmu hanya benar-benar sebagai masa lalu yang tak tersentuh lagi dan tertinggal jauh dalam memori otakku.
Seandainya…

0 komentar: